GALERI MADRASATUL QURAN | •

Tahukah kamu apa itu ilmu tajwid? Untuk Apa ilmu tajwid dipelajari? Kapan kita harus belajar ilmu tajwid? Pertanyyaan tersebut merupakan pertanyaan dasar ketika kamu mulai belajar ilmu tajwid. Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah Fardhu kifayah, Sedangkan membaca Al-Qur an menggunakan tajwid yang benar merupakan Fardhu ‘Ain. Oleh karena itu sebaiknya kita belajar ilmu tajwid mulai sekarang. Tapi sebelum lanjut, jangan lupa klik tombol lonceng merah di kiri bawah ya! Bagi yang nggak muncul silakan kunjungi web MQ sesering mungkin supaya tidak ketinggalan update dari kami.

1. Qiro’at

Riwayat Imam Hafsh yang kita jadikan sandaran hukum dan kita ikuti kaidahnya dalam membaca Al-Qur’an merupakan salah satu riwayat shohih yang mu’tamad (bersanad) dan diriwayatkan dengan teliti dan sempurna dari Imam ‘Ashim, salah satu dari tujuh imam qiro’ah yang mutawatir dan telah disepakati kebenaran qiro’atnya.

Mayoritas kaum muslimin di berbagai belahan dunia Islam saat ini membaca Al Qur’an menurut riwayat Imam Hafsh dari qiro’at Imam ‘Ashim. Nama lengkap Imam Hafsh adalah Hafsh bin Sulaiman bin al-Mughiroh. Beliau mengambil qiro’at secara pemaparan dan pengajaran langsung dari Imam ‘Ashim.

Adapun nama lengkap Imam ‘Ashim adalah Abu Bakar ‘Ashim bin Abi al-Najwad al-Asadi al-Kufy, imam qiro’at di Kufah. Beliau sosok yang menghimpun kefasihan, kesempurnaan, penyusunan dan tajwid dalam bacaannya.

Imam ‘Ashim belajar qiro’at dari Zurri bin Hubaisy dan Abu Abdurrahman al-Sulami. Keduanya belajar bacaan qiro’at dari Abdullah Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Semua sahabat tersebut belajar qiro’at langsung dari Rasulullah SAW Selain qiro at Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafs, masih ada lagi Imam-imam giro ‘at dan perawi-perawinya, semuanya biasa disebut Imam Qiro’at Tujuh.

Adapun ketujuh Imam Qiro’at, yang masing-masing disertai dengan dua perawi adalah sebagai berikut:

  1. Imam Nafi’, Nama lengkapnya adalah Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nu’aim al-Laisi (70-169 H) berasal dari Asfihan, dan wafat di Madinah pada akhir masa pemerintahan Al Mahdi
  2. Imam Ibnu Katsir, Nama lengkapnya Abu Ma’bad Abdullah bin Katsir al-Makki (45-120 H) berasal dari keturunan persia lahir di Makkah pada masa kekhalifahan Musyawiyah, wafat di Makkah.
  3. Imam Abu Amr, Nama lengkapnya Zabban bin Al A’la bin Ammar (68-154 11), lalu di Makkah dimasa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, wafat di Kutah.
  4. Imam Ibnu ‘Amir, Nama lengkapnya Abdullah bin Amir al-Yahsabi (28-118 H) wafat di Damaskus.
  5. Imam ‘Asim, Nama lengkapnya Abu Bakar bin Abi al-Najwad al-Asadi al-Kufy (w. 12 H.) wafat di Kufah.
  6. Imam Hamzah, Nama lengkapnya Hamzah bin Hubaib al-Ziyad al-Kufy (80-156 H). Sanadnya beliau membaca dari Abu Muhammad bin Sulaiman bin Mahran al A’masyi, al-A’masyi membaca dari Abu Muhammad Yahya al-Asadi, Yahya menerima dari al-Qamah bin Qais, al-Qamah talaqqi dari Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW.
  7. Imam Al-Kisa’i, Nama lengkapnya Abdul Hasan Ali bin Hamzah bin Abdullah Al Kisa’i (w. 189 H) berasal dari kebangsaan Persia, wafat di Basrah. Beliau membaca Al Qur’an dari Imam Hamzah dan juga talaqqi pada Muhammad bin Abu Laili serta Isa bin Umar, dan Isa bin Umar dari ‘Asim.

2. Tingkatan dalam Membaca Al-Qur an

Dikalangan para Ahlul Qurro’ (Ahli Qiroat), ada empat tingkatan dalam membaca Al-Qur’an yaitu:

  1. Tahqiq
  2. Tartil
  3. Tadwir
  4. Hadr

1. Tahqiq (التحقيق)
Ini adalah tingkatan bagi pemula yang baru belajar ilmu tajwid. Cara membacanya seperti tartil, namun at-Tahqiq lebih lambat dan tenang. Bacaan at-Tahqiq seperti mazhab Qiraat Hamzah dan Qiraat Warsh yang bukan dari Tariq Asbahani. At-Tahqiq merupakan tahapan awal sebelum masuk ke tingkatan berikutnya.

2. Tartil (الترتيل)
At-Tartil menurut arti kata adalah perlahan-lahan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, tartil berarti membaca sesuai hukum tajwid. Membaca dengan tartil akan membantu seseorang untuk memahami dan mentadabburi Al-Qur’an. Tartil juga diartikan membaca dengan memberikan hak-hak dan sifat-sifat. Membaca dengan tartil sanat dianjurkan sebagaimana firman Allah: “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil: 4).

3. Tadwir (التدوير)
Tadwir atau At-Tadwir adalah tingkatan pertengahan antara perlahan dan cepat. Bacaan dengan Tadwir ini sering kita dengar di dalam salat berjamaah. Bacaan Tadwir adalah membaca Mad Munfasil tidak lebih dari 6 harakat.

4. Hadar (الحدر)
Hadar atau Al-Hadar adalah bacaan cepat namun masih menjaga hukum-hukum tajwid. Al-Hadar merupakan tingkat bacaan paling cepat. Tingkatan ini sering dipakai oleh para penghafal Qur’an yang ketika mengulang hafalannya. Meskipun cepat, cara membacanya tetap mengindahkan hukum-hukum yang ada seperti apabila berdengung dia dengung, apabila wakaf dia berhenti. Bacaan Hadar adalah membaca Mad Munfasil dengan 2 harakat.

Pendapat Ulama mengenai tingkatan tingkatan-tersebut

Para Ulama berbeda pendapat mengenai tingkatan dalam membaca Al-Qur’an. Menurut Syekh Shafwat Salim dalam Fathu Rabbi al-Bariyyah Syarh al-Muqaddimah al-Jazariyah, tingkatan Qiro’ak hanya ada’s, yaitu: al-tahqiq, al-tadwir, dan al-hadr.

Syekh Mahmud al-Badawi dalam al-Wajiz fi al-‘Ilmi al-Tajwid, Syekh Abdul Fattah al-Marshafi dalam Hidayah al-Qari ila Tajwid al-Kalam al-Bari, dan Syekh Ibnu Abdil Razaq dalam Tadzkiratu al-Qurra, juga mengatakan bahwa tingkatan qira’ak ada tiga. Tetapi mereka menyebutkan: al-tartil, al-hadr, dan al-tadwir.

Adapun syekh Athiyah Nashr dalam Ghayatu alMurid fi ‘Ilmi al-Tajwid, meskipun secara tegas mengatakan bahwa tingkatan qira’ah itu ada tiga macam sebagaimana di atas, namun beliau menyebutkan pendapat sebagian ulama tajwid tentang adanya tingkatan keempat, yaitu: al-tahqiq

Sedangkan Ibnul Jazari dalam al-Nasyr fi al-Qira’at al-‘Asyr dan Imam al-Suyuthi dalam al-Itqan fi al-‘Ulumil Qur’an, menggunakan istilah tata cara (kaifiyat) membaca Al-Qur’an. Al-Suyuthi menyebutkan ada tiga macam, yaitu, al-tahqiq, al-hadr, dan al-tartil Sementara Ibnul Jazari juga menyebutkan tiga, yaitu; al-hadr, al-tadtoir dan al-tartil. Menurut Ibnul Jazari, bacaan al-tahqiq itu termasuk dalam al-tartil.

(bersambung di #3…)

[IHF]


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: