GALERI MADRASATUL QURAN | •

Muru’ah merupakan sifat yang dimiliki oleh manusia. Muru’ah dalam Agama Islam merupakan pengaplikasian akhlak yang terpuji dalam segala aspek  kehidupan serta menjauhkan akhlak yang tercela sehingga seseorang senantiasa hidup sebagai seorang terhormat dan penuh kewibawaaan.

       Menurut Syeikh Imam Mawardi dalam kitab Adab Ad-Dunya wa Din menjelaskan “Muru’ah adalah menjaga kepribadian dan akhlak yang paling utama sehingga tidak terlihat pada dirinya seseorang yang busuk atau hina.

       Menurut Abdullah Al-Anshori Al-Harawi seorang tokoh madzab Hambali, orang yang di katakan memiliki muru’ah apabila akalnya dapat mengendalikan syahwatnya. Dari itu, Harawi menyimpulkan bahwa muru’ah ialah “Mengaplikasikan akhlak yang terpuji dan menjauhi akhlak yang tercela dan hina”.

        Ibnu Qayyim Al-Jauziah mengatakan bahwa muru’ah berlaku pada perkataan, perbuatan, dan niat setiap orang. Orang yang dapat memelihara perkataan, perbuatan, dan niatnya, sehingga senantiasa berjalan sesuai dengan tuntunan agama, disebut orang yang memiliki muru’ah.

         Lebih lengkap, menurut Mausu’ah Fiqh Al-Qulub, muru’ah: “Mengerjakan segenap akhlak baik dan menjauhi segenap akhlak buruk; Menerapkan semua hal yang akan menghiasi dan memperindah kepribadian, meninggalkan semua yang akan mengotori dan menodainya”. Definisi ini mengisyaratkan bahwa semua akhlak bisa tertampung di dalamnya, sehingga cakupan muru’ah pun menjadi sangat luas.

         Sebenarnya, ada beragam pandangan dalam masalah muru’ah ini. Para pakar hadist, fiqih, bahasa, dan sastrawan memiliki uraian tersendiri menurut sudut pandang masing masing. Meskipun demikian, umumnya mereka bersepakat bahwa inti muru’ah adalah Akhlak mulia.

         Hanya saja, karna luasnya cakupan, sebagian ulama kemudian meneliti Akhlak mana saja yang menjadi pilar tegaknya muru’ah ini. Ar-Rabi’ Bin Sulaiman berkata: Saya mendengar Imam Syafi’i berkata “muru’ah itu mempunyai 4 pilar, yaitu berakhlak baik, dermawan, rendah hati, dan tekun beribadah.” (Sunan Al – Baihaqi, No. 21333).

         Bila kita merenungkan, ternyata ke-empat pilar tersebut menopang banyak sekali akhlak-akhlak mulia yang lain, sekaligus menyingkirkan akhlak-akhlak mulia.

         Pertama-tama, jelas kunci muru’ah adalah memiliki tindak-tanduk dan kebiasaan yang baik. Tanpanya seseorang tidak pantas menyandang sifat muru’ah. Sebab seluruh bagian yang lain akan kehilangan induk. Kebaikan dan keburukan itu selalu menarik akhlak sejenisnya untuk datang.

         Pilar ke-dua, yaitu kedermawanan, sesungguhnya merupakan refleksi dari itsar (mengutamakan orang lain), futuwwah (murah hati), tidak cinta dunia, saling menolong dalam kebajikan dan taqwa, mendatangkan kegembiraan kepada sesama, dan lain sebagainya.

        Untuk pilar muru’ah yang ke-tiga, yaitu rendah hati (tawadhu’), kita bisa memahami betapa hebatnya akhlak ini dengan merenungkan kisah Adam A.S, malaikat dan iblis sebagaimana di sitir Al-Quran sebagai berikut:

“Sungguh, kesombonganlah yang membuat iblis menolak bersujud kepada Adam A.S. ia merasa lebih baik dan lebih mulia, sehingga tidak mau menghormati Adam A.S. Allah pun murka kepada iblis, melaknatnya dan mengusirnya dari surga, sebaliknya dengan rendah hati para malaikat serta merta bersujud kepada Adam A.S. Qatadah berkata, “iblis iri kepada Adam atas kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis berkata, “aku tercipta dari api, sedangkan dia ini dari tanah.” Maka awal mula dosa-dosa adalah kesombongan. Musuh Allah itu merasa dirinya lebih hebat sehingga tidak mau bersujud kepada Adam.” (riwayat As – Suyuthi dalam tafsir Ad – Durrul mantsur, pada QS. Al Baqarah: 34)

           Pilar terakhir muru’ah adalah, Tekun beribadah. Bagian ini menyiratkan 2 hal sekaligus.

           Pertama, tidak ada kesholihan haqiqi yang tidak disertai dengan kedekatan kepada Allah, apa lagi yang tanpa imam. Walaupun seseorang telah menyempurnakan tiga pilar muru’ah yang lain, jika dia malas beribadah. Maka kebaikan-kebaikan rawan tercemari oleh motif-motif yang salah, sehingga sia-sia.

           Kedua, ibadah akan mewariskan keteguhan hati dan kesabaran. Sehingga mendatangkan istiqomah, dengan istiqomah atas kebaikan, maka kehormatan seorang terjaga, dan inilah puncak muru’ah


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: