GALERI MADRASATUL QURAN | •

Nabi pernah bersabda bahwa “Ulama adalah pewaris Nabi”, maka secara otomatis jika ada seorang anak yang dididik oleh para kiai dapat dikatakan bahwa “Ulama adalah pewaris Nabi dan Santri adalah pewaris Ulama”. Tugas santri di sini sangat mulia yakni meneruskan tugas para ulama. Satu di antara tugas pokok Ulama di kehidupan yang akan diteruskan dan menjadi tanggung jawab santri yaitu:

  1. Himayatuddin (melindungi, menjaga, dan proteksi terhadap agama)
  2. Himayatuddaulah (melindungi, menjaga, melestarikan, dan mengawal negara atau bangsa)

Apa bukti santri, kiai dan ulama cinta kepada negeri atau yang disebut himayatuddaulah? Peran ulama dan kiai Nusantara sangat luar biasa, contoh peran ulama dan kiai adalah pada tanggal 22 Oktober yang menjadi Hari Santri Nasional.   Setelah Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, tepat pada bulan berikutnya yakni bulan September, sekutu datang ke tanah air dengan tugas utama melucuti senjata Jepang yang saat itu telah kalah dalam perang dan Bung Karno bertanya pada sekutu, apakah Anda menjamin Belanda tidak akan menjajah Indonesia kembali? Namun, sekutu tudak bisa menjamin jika Belanda tidak akan menjajah Indonesia kembali. Bung Karno resah mendengar jawaban dari sekutu. Ada negara yang baru memproklamasikan, jikalau nanti ada penjajah lagi bagaimana? Indonesia belum memiliki pasukan atau angkatan perang. Datanglah Bung Karno dengan mengutus utusan pergi ke Tebuireng untuk sowan kepada KH. Hasyim Asy’ari. Bung Karno meminta fatwa kepada KH. Hasyim Asy’ari “Apa hukumnya membela negara?” maka, pada tanggal 21 dan 22 Oktober diadakan rapat ulama seJawa-Madura di Surabaya. Setelah para ulama seJawa-Madura terutama pengurus Nahdlatul  Ulama yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk datang ke Surabaya. Rapat tersebut untuk menentukan sikap ulama, kyai dan santri menghadapi sekutu yang datang ke Tanah Air dan tepat tanggal 22 Oktober keluarlah apa yang kita kenal yaitu Resolusi Jihad. Isi dalam Resolusi Jihad ialah:

Tausiyah KH. Edy Musoffa
  1. Perang hukumnya Fardhu A’in, terutama orang-orang islam dan para santri yang berada di kawasan Surabaya.
  2. Orang yang gugur dalam perang di  hukumi mati syahid yang padahal bukan dalam perang membela agama, tetapi membela negara.
  3. Jikalau ada orang yang berkhianat kepada bangsa atau negara, boleh dihukum bunuh.

Dari Resolusi Jihad ini, berkobarlah semangat para santri, kyai, dan ulama dengan komando para ulama untuk melawan sekutu, terutama terdapat kurang lebih 6000 tentara Inggris yang turun di Surabaya. Puncaknya pada tanggal 10 November, ketika Bung Tomo melalui radio menggerakkan arek-arek Suroboyo dengan kalimat Allahu Akbar. Tidak mungkin terjadi perang 10 November yang sangat heroik kalau bukan digerakkan oleh para kiai, ulama dan santri yang berangkat ke Surabaya. Bahkan yang membunuh Jenderal Mallaby di Surabaya adalah salah satu santri Tebuireng. Dan dari perjuangan ulama, kiai dan santri itu, tanggal 22 Oktober ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional oleh pemerintah sebagai bentuk penghargaan.

Periode selanjutnya yakni ketika Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965. Siapakah yang tampil paling awal? Kiai. Siapakah yang paling tampil terdepan? Para santri berhadapan dengan orang-orang komunis yang tidak percaya dengan adanya Tuhan. Mereka merekayasa ada 2 jenderal yang kemudian di isukan 2 jenderal tersebut akan memberontak kepada Bung Karno, dan kurang lebih ada 7 jenderal yang dibunuh dengan rekayasa tersebut. Kemudian diketahui ternyata yang menggerakkan semua itu adalah Partai Komunis Indonesia. Pada tanggal 5 Oktober, yang dipimpin oleh KH. Wahab Chasbulloh mengeluarkan surat resmi kiai NU mengutuk PKI yang membunuh para jenderal dan menuntut PKI dibubarkan. Hal ini sangat resiko, karena jumlah anggota PKI sudah jutaan. Jika ada orang yang menyebut PKI dibubarkan, dia beresiko harus berhadapan dengan orang PKI. Di desa-desa para santri berjuang berhadapan dengan para PKI untuk mempertahankan Indonesia.

Antusiasme para santri mendengarkan tausiyah KH. Edy Musoffa

Peristiwa selanjutnya adalah ketika ulama, kiai dan santri merawat bangsa yakni pada tahun 1983. Pemerintah Soeharto mengkhawatirkan banyak kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mempertanyakan Pancasila. Negara ini eksis dan bangsa ini masih utuh karena adanya Pancasila sebagai dasar negara. Pada tahun 1983 itu ada pertemuan kiai-kiai yang salah satu keputusan pentingnya adalah menerima Pancasila sebagai asas tunggal.  Zaman dulu ada HTI, FPI dan lain-lain yang dibubarkan oleh pemerintah karena mereka menentang Pancasila. Mereka ingin Pancasila langsung dari al-Qur’an bukan dari manusia, padahal Pancasila menjadi dasar Negara juga atas restu para kiai dan ulama. Semua peristiwa di atas dinamakan himayatuddaulah yaitu kepedulian santri, kiai dan ulama kepada eksistensi keberadaan negara. Peran kita sebagai santri nanti, ketika terjun ke masyarakat disebut dengan himayatuddaulah. 

Himayatuddin itu adalah tugas utama kiai, ulama dan santri yaitu menjaga dan merawat agama. Kita sebagai santri mempunyai mandad untuk meneruskan memberikan bimbingan ulama dan kiai kepada masyarakat. Hal ini harus ada dalam diri kita masing-masing.

Sebelum ada Nahdlotul Ulama ada namanya Komite Hijaz yang diketahui oleh KH. Wahab Chasbulloh. Komite Hijaz diutus oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk datang ke Makkah dan beliau menulis surat untuk diberikan kepada Raja Saud bin Abdul Aziz. Isi dari surat tersebut adalah mengharap untuk tetap mengajarkan kitab-kitab madzhab di Makkah dan Madinah. Ketika Saudi Arabia dikuasai oleh Raja Saud bin Abdul Aziz, ajaran islam di sana mengikuti wahabbi yang diikuti oleh ulama bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Ajaran tersebut tidak sama dengan ajaran islam umumnya. Isi surat tersebut selanjutnya adalah tetap mengizinkan masyarakat untuk berziaroh dimakam Rasulullah, karena dahulu makam Rasulullah mau diratakan. Komite Hijaz meminta agar tidak diratakan karena itu milik seluruh umat islam didunia. Dan jika sekarang dilihat makam Rasulullah masih utuh, semua itu adalah peran ulama menjaga agama. Menuntut Saudi Arabia membuat undang-undang yang tertulis agar tidak ada kedzaliman kepada orang yang tidak mengikuti madzhab mereka. Dan Raja Saud memenuhi semua permintaan tersebut. Maka, dari semua itu disebut himayatuddin yang menjadi tugas kita  sebagai santri nanti ketika terjun di masyarakat.

oleh: KH. Edy Musoffa


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: