Oleh: Fatih Mumtaz
ada suatu waktu, hiduplah seorang anak laki-laki yang dilahirkan dari keluarga yang biasa saja. Ayahnya hanya seorang petani itupun bekerja di sawah tetangga, Pak Kidi. Ayah nya bernama Pak Dalih dan ibunya yang bernama Bu Tu tik, anak ini pun diberi nama Satyo, Ibunya tidak bekerja. Penghasilan ayahnya pun se besar Rp. 200.000,00 per bulan. Keluarga ini tinggal di desa Kum pun, desa terpencil.
Satyo disekolahkan di SD Putra de ngan fasilitas standard. Ia merasakan ti dak percaya diri karena dia merupakan anak petani di kelasnya. Teman sekelas nya sering mengejeknya, menertawakan nya, bahkan membullynya. Karena wajah Satyo yang polos, serta tidak berdaya di hadapan teman-temannya, Satyo sering menangis dan menyesal punya ayah se orang petani. Kadang, saat pulang dari sekolah, sampai di rumah, dia pernah berkata kepada ayahnya “Pak, kenapa sih Bapak kok kerjanya jadi petani? Kenapa gak jadi orang kantoran-lah.…….. Aku sering diejek temanku karena Bapak!”. “Astaghfirullah…. Nak….. bapak ini…” tidak sempat melanjutkan omongannya, Pak Dalih langsung ditinggal Satyo yang mengurung diri di kamarnya.
Setelah 3 tahun sering diejek. dari kelas 1 sampa dengan 3, pada kelas 4 saat pelajaran IPS tentang profesi di Indone sia, Bu Guru berkata “Profesi mayoritas di Indonesia adalah petani. Tanpa petani, kita tidak bisa seperti sekarang. Bisa makan dari nasi. Nasi dari gabah, gabah dari padi, padi dari sawah dan sawah dikerja kan oleh petani, apalagi anaknya.” Seketi ka itu Satyo langsung ter-INSPIRASI oleh gurunya. Dari yang tadinya menyesal menjadi bersyukur karena memiliki ba pak seorang petani. Temannya menjadi tidak berani mengejek maupun membull ynya lagi. Satyo sekarang menjadi sangat percaya diri dan bangga memiliki ayah seorang petani. Sepulang sekolah, Satyo langsung meminta maaf kepada Bapak dan Ibunya. Dan akhirnya, keluarga Pak Dalih menjadi keluarga yang bahagia.
*Kelas X IPA 1 MA MQ
0 Komentar